UA-109841830-1


 www.pohonpoker.com

Kota X, pertengahan September
Suasana sepulang sekolah merupakan suasana yang cukup menyenangkan apabila semua orang bisa memandangnya dari sudut pandang Mitha. Dan Mitha menikmati setiap peristiwa yang terjadi di depan matanya, merasakan tawa yang keluar dari bibirnya ketika melihat seorang siswa menjatuhkan jajanannya dari kantung tasnya, dan menggelengkan kepalanya ketika melihat dua anak yang saling berpegangan tangan menyusuri lorong-lorong kelas dan tersipu malu tatkala beberapa siswa yang berkerumun menyoraki mereka. Indahnya cinta.
"Mitha," sebuah suara menyapanya, "maaf aku membuatmu menunggu." Mitha menoleh dan melihat Gara berlari-lari kecil menghampirinya sambil terengah-engah. "Ah, ngga apa-apa kok." jawabnya sambil lalu, toh ia menikmati suasana ini.
"Yuk." Gara menggamit lengannya dan menggandengnya menuju parkiran sepeda motor di depan sekolah.
Mitha membiarkan angin menyibak rambutnya saat sepeda motor Gara menelusuri jalan raya menuju ke rumahnya. Tangannya terjulur memeluk pinggang Gara erat-erat, tangannya yang lain memegangi helm yang menutupi kepalanya supaya tidak terbawa oleh angin saat mereka melaju. Mendadak Gara memelankan laju sepeda motornya.
"Mitha," Gara berkata lembut, "kita cari tempat untuk ngobrol yuk."
Mitha mendesah mengiyakan dan merasakan kegalauan yang sejak kemarin mengamuk di hatinya semakin menjadi-jadi.
Gara membelokkan sepeda motornya memasuki sebuah gang kecil, menelusuri jalanan sempit itu, dan berhenti di pekarangan sebuah rumah kecil yang rindang ditumbuhi pepohonan. Mitha semakin kacau. Gara menurunkan penopang sepeda motornya, menunggu sampai Mitha turun, dan melangkah ke arah teras rumah. Mitha menggenggam tali tasnya erat-erat, mencoba mengusir galau hatinya dan mengikuti langkah Gara. Mitha mendudukkan dirinya di atas kursi taman di depan Gara duduk, menatap lurus ke ujung-ujung sepatunya.
Mitha memejamkan matanya mendengar setiap kata-kata penjelasan Gara. Air mata mulai mendesak keluar dari kantung matanya. "Maafkan aku," desis Gara. Ah, mungkin kata-kata itulah yang paling banyak dilatihnya semalaman supaya bisa diucapkannya saat ini. "Aku mau pulang," Mitha akhirnya berbisik lirih. "Aku antar ya?" Gara bangkit berdiri dari kursinya. "Thanks, tapi aku sebaiknya pulang sendiri," Mitha mengeraskan hatinya, tak ingin kelihatan cengeng di depan Gara. Gara memandang punggung Mitha yang berjalan menyusuri pekarangan dan menghilang di balik pagar, Gara menendang meja tamunya, merasakan nyeri di ujung kakinya dan di dalam hatinya.
Mitha merasakan hatinya sedikit tenang saat kakinya melangkah semakin jauh dari rumah Gara, Mitha menolehkna kepalanya, menatap atap rumah itu yang menyembul di atas pepohonan. Tak ada lagi Gara yang manis, yang membelai rambutnya dengan lembut, membuatnya tertawa riang, yang ada hanyalah angin yang menghembus sepoi, menjadi saksi bisu berakhirnya hubungan cinta yang telah empat tahun terjalin di antara mereka.
Mitha tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang menatapnya bertanya-tanya selama perjalanan pulang di dalam angkutan umum itu, yang diinginkannya saat ini adalah menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, membenamkan kepalanya di dalam Agen Domino bantal dan berteriak sekuat-kuatnya melepaskan beban di hatinya.
Kota X, sehari menjelang lebaran
"Tiga...dua...satu..." Ray mengikuti detak jam dinding di atas kepalanya. Tepat pada hitungan kesatu Ray mengangkat tangannya, menopang tubuhnya, menggoyangkan kepalanya, dan memandang kegelapan ruang di sekelilingnya.
Matanya menangkap geliatan tubuh telanjang di sampingnya, bibirnya menyunggingkan senyuman nakal. Ray membungkukkan tubuhnya, menggigit kecil daun telinga gadis di sebelahnya dan berbisik, "I love you..". Gadis di sampingnya hanya mengeluh pendek, ketidak acuhan itu cukup untuk mengusik ego Ray. Tangannya terjulur menyusup ke balik kain sprei, memeluk si gadis dari belakang, menemukan, meraba, dan meremas payudara si gadis di sampingnya, membuat si gadis terbangun dan menggeliat, "Ray...." "Ssshh...enak begini," desis Ray di telinga si gadis. Ray mengangkat paha kanannya, memeluk pinggul si gadis dengan kakinya, menurunkan pinggulnya dan menyusupkan batang penisnya di lipatan paha si gadis. Si gadis mendesah kecil dan membuka pahanya. Ray membenamkan hidungnya di rambut si gadis, menciumi aroma segarnya, dan menggerak-gerakkan pinggulnya, menggesekkan penisnya di bibir vagina si gadis. Telapak tangannya meremas dan memijat payudara si gadis, membuat si gadis terengah-engah dalam kenikmatan yang diberikannya. Ray mendesis dan tertawa lirih saat si gadis menjerit kecil ketika ujung penisnya menusuk liang vagina si gadis. Ray menikmati kegusaran gadis itu yang secara impresif membalikkan tubuhnya dan berusaha menamparnya. Ray memegang pergelangan tangan si gadis, mengecup bibirnya, "Sakit ya? Kasihan deh." Dan merasakan tangan si gadis melemas, membalas ciumannya dan melumat bibirnya. Ray memandang jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul empat pagi. "Ah, puasa terakhirpun kulewatkan," desahnya. Ray bangkit dari tempat tidur dan memunguti bajunya yang berserakan, mengenakannya, dan mengecup bibir Enni dari pinggir tempat tidur sebelum melangkah menuju jendela. Maling. Dan tuduhan itu membuatnya geli.
CHAPTER I
Pantai Z, lebaran kedua, pukul 03.00 pagi
"Tapi, Ray, aku masih susah untuk melupakannya." Ray menatap mata sendu Mitha dalam-dalam, memandang kearah pasang yang mulai terlihat surut, menghisap rokoknya dalam-dalam, "Walau bagaimanapun, yang namanya cinta, memang cenderung berakhir menyakitkan, menorehkan luka kenangan yang sulit dilupakan, karena di situlah letak karasteristik sebuah perasaan cinta."
"Ah, tapi ada kan yang cintanya tetap kekal dan membawa kebahagiaan?"
Ray mengembangkan senyumnya, membuang puntung rokok yang masih setengah panjangnya itu jauh-jauh ke pasir pantai, "Jangan mengacaukan cinta dengan kasih." Mitha mengikuti gerakan puntung rokok yang melayang lalu padam setelah mencapai permukaan pasir, "Maksud kamu?" Ray bangkit berdiri, menggosokkan telapak tangannya yang terasa dingin ke pahanya, membersihkan butir-butir pasir yang menempel, "Kasih, tidak terbawa oleh nafsu, karena itu ia abadi adanya. Tetapi cinta lekat dengan nafsu, nafsu ingin memiliki, ingin mengikat, menguasai, memuaskan, dan egoisme adalah inti utama dari cinta," sampai di sini Ray menghela nafasnya, berusaha menimbulkan kesan dalam pada setiap ucapannya, "dan bukankah itu yang selalu disenandungkan orang-orang dalam lagu-lagu mereka? Pernahkah mereka membicarakan tentang kasih? Kasih yang tidak menuntut, hanya memberi, berlandaskan pengorbanan, tidak cemburu, murah hati, dan sebagainya seperti yang pernah engkau pelajari?" Mitha mengalihkan pandangannya dari Ray ke arah pantai, "Kamu tahu banyak, Ray," gumamnya, "dan mungkin kau benar." Ray tertawa, melompat kecil ke belakang Mitha, memegang pundaknya dan memijat perlahan, "Kau mengerti sekarang?"
"Tujuh puluh lima persen," senyum Mitha menikmati pijatan Ray. Ray mencium pipi si gadis dari belakang, berlari menuju mobilnya, membukakan pintu samping dan membungkuk, "Shall we go?" Mitha tertawa melihat gayanya yang konyol, menjewer kuping Ray sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.
Kota X, awal tahun baru
Mitha merasa bingung dengan dirinya sendiri, menyaksikan Gara yang berlutut memeluk kakinya dan memohonnya kembali adalah bunga mimpinya setiap hari, dan seperti kebanyakan mimpi, Mitha hanya menganggapnya sebagai suatu pelampiasan keinginan perfeksionis yang tidak tercapai di kehidupan nyata. Namun kini......
"Mitha, aku tak bisa hidup tanpa kamu," Gara membenamkan wajahnya di sela-sela kaki gadis yang duduk di hadapannya dan membasahinya.
"Gara....." Mitha merasakan air mata mulai mengalir di pipinya. Bahkan sampai sekarang aku masih tetap menyayangimu. Mitha membungkukkan tubuhnya, memegang bahu Gara, dan mengecup ubun-ubunnya, "Bagaimana dengan keluargamu?" Gara mendekap kaki Mitha lebih erat, "Persetan dengan mereka."
Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 03.15 pagi
"Alangkah susahnya melupakan cinta pertama."
Ray tersenyum, memperhatikan pepohonan yang berlari di sekitarnya, "Kata orang, cinta pertama dibawa mati, 'tul ngga?" Mitha menarik nafas panjang, "Aku tak pernah mencoba membayangkan untuk mengecup bibir seseorang dan menyerupakannya dengan Gara."
Ray menggerakkan stirnya ke kanan, menghindari kucing liar yang mendadak melintasi jalan.
"Bukankah beberapa orang justru melakukannya?"
Masa-masa kebahagiaan dan kedewasaan
Mitha memperoleh kembali kebahagiaannya yang terenggut saat perpisahannya dengan Gara. Hubungan 'backstreet' mereka berlangsung seakan begitu sempurna, penuh dengan canda tawa dan keceriaan. Namun Mitha harus rela menempuh hubungan jarak jauh tatkala Ray lebih memutuskan untuk mengikuti amanat orang tuanya sebagai seorang anak tunggal, yaitu dengan berkuliah di Surabaya, sementara Mitha memperoleh PMDK-nya dari sebuah universitas negeri terkemuka di Bandung. Gara berjanji akan menjenguknya sebisa mungkin. Mitha sadar bahwa Gara bukanlah berasal dari keluarga yang mampu, namun yang diingat dan diinginkannya saat itu adalah bahwa bagaimanapun ia harus mempertahankan hubungan ini sebisa mungkin. Mitha mengalami berbagai cobaan yang berat selama kuliahnya di Bandung, banyak lelaki yang terpikat oleh kemolekan dan keanggunannya sebagai keturunan putri keraton dan berusaha memikatnya dengan berbagai cara yang luar biasa yang cukup untuk menjatuhkan hati gadis manapun juga. Tapi Mitha masih mampu bertahan dan mengeraskan hatinya, menolak setiap uluran tangan dan godaan yang datang, dan hanya bisa melampiaskannya ketika Gara datang menjenguknya dengan kecintaan dan kerinduannya, membelai tubuhnya dan bercinta di wisma-wisma murah yang berserakan di sekitar kampusnya.
Mitha tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis yang lebih dewasa, dan seiring perkembangannya, Mitha menjadi semakin khawatir akan masa depan hubungan mereka yang semakin kabur semenjak rakyat mulai tersegmentasi oleh kekacauan-kekacauan berbau SARA yang marak di daerah-daerah. Hal inilah yang mampu menahan dan menguatkan dirinya ketika Gara mengendus telinganya di atas kasur murahan dan memohonnya untuk melakukan hubungan suami istri. Keinginan dan hasratnya tertahan oleh ketakutannya sendiri akan masa depan yang kabur itu, dan Gara sepertinya mengerti akan ketakutan itu, mencoba menghormati keputusannya, walaupun terkadang menjadi emosionil ketika hasratnya tak terlampiaskan.
"Gara, bagaimana dengan kita?" Mitha mendesah, merasa berat melepaskan kepergian Gara selama dua bulan ke Gresik. Di lain pihak, Mitha sadar posisi Gara yang menjadi harapan satu-satunya sebagai calon tiang penopang perekonomian keluarganya. Gara memeluk tubuh telanjang Mitha, membisikkan janji-janji indah ke kupingnya, "Aku akan menyuratimu." bisik Gara.
"Aku akan mencoba bertahan," Mitha mendesah lirih.
Gara membungkuk di atasnya, mengecup puting susunya, menindihnya dan meletakkan batang penisnya di bibir vagina gadisnya. Malam itu menjadi milik mereka, namun bagi Mitha, kenyataan itu justru menimbulkan alasan baru untuk segera mengakhiri ketidak pastian cerita cinta mereka. Dan kembali malam itu, Gara merasakan penolakan Mitha saat gadis itu mendorong tubuhnya ke samping, memegang batang penisnya dan memaksa spermanya keluar.
Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 03.45 pagi
Ray merasakan pengaruh caffein itu membuat kantung kemihnya beroperasi lebih cepat. Ray mengurangi laju mobilnya dan menghentikannya di bahu jalan, "Pipis dulu." Mitha melengos dengan perasaan geli, "Gokil, ah." Ray tertawa dan keluar dari mobil.
"Aku kagum padamu," Ray berkata ketika mobil yang mereka tumpangi kembali melaju di atas jalanan hutan.
"Ah, Ray. Aku bukan gadis selemah yang kau kira."
"Mungkin cowokmu yang bego," tawa Ray, yang segera meringis ketika kepalan tinju Mitha mendarat di lengan kirinya.
Tawa mereka mengiringi instrumental Richard Clayderman yang mengalun dari tape mobil, menyeruak kegelapan hutan dan kerumunan serangga malam.
CHAPTER II
Ilustrasi Dosa
Gadis itu merintih kecil ketika bibir si Pria menyentuh dan menghisap lebut puting susunya, badannya menggelinjang di atas kasur yang mulai basah oleh keringat. Si Pria memainkan jemarinya di paha si Gadis, membelainya, menelusurinya, menemukan dan membuka lipatan paha si Gadis. Erangan dan keluhan keluar dari bibir si Gadis ketika jemari itu memasuki dan membelai dinding-dinding vaginanya, tangannya terangkat dan memeluk leher si Pria yang kini menjilati seluruh permukaan dadanya. Tangan si Pria terjulur, menuntun pergelangan tangan si Gadis ke arah penisnya, membiarkan jemari si Gadis bermain-main dengan batang penisnya yang menegang, sementara tangannya sendiri kembali menyelip di selangkangan si gadis dan memainkan bibir-bibir vagina si gadis.
Mereka berdua mengeluh, mendesah, dan menggelinjang akan setiap rangsangan yang saling mereka bagi satu dengan lainnya.
Si Pria mengangkat tubuhnya, menatap lurus ke mata si Gadis, mencari-cari jawaban atas permintaan abstraknya, mendesah saat si Gadis menganggukkan kepalanya dengan gerakan samar. Si Pria menurunkan pantatnya perlahan, memegang batang penisnya dengan tangan kanannya, dan menyentuhkan ujung penisnya menyibak bibir vagina si gadis memburu liang kehangatannya. Si Gadis menjerit lirih ketika ujung penis si Pria menusuk dan berusaha membuka jepitan liang vaginanya. Si Pria mengerang tertahan, mendengus, dan menekan penisnya lebih kuat, kepalanya menunduk dan menciumi wajah si Gadis yang mulai basah oleh keringat. Erang kesakitan keluar dari bibir si Gadis saat penis si Pria berhasil menembus selaput daranya, memenuhi liang vaginanya yang terasa berdenyut-denyut. Si Pria membiarkan gerakannya terhenti, meresapi kenikmatan denyut otot liang vagina si Gadis, menciumi lehernya, dadanya, ketiaknya yang bersih. Kesakitan dan rasa nyeri yang dirasakan si Gadis membuatnya terengah dan mengerang, meronta saat penetrasi batang penis si Pria seakan jarum yang menusuk saraf-saraf sekujur tubuhnya. Si Pria mendengus-dengus, menggerakkan pinggulnya semakin cepat, tidak mengacuhkan geliatan si Gadis dan erangan kesakitannya, mengencangkan otot pinggulnya, dan menarik keluar penisnya sebelum spermanya membanjiri liang vagina si Gadis. Kepala si Pria terangkat, mulutnya mengeluarkan desahan penuh kenikmatan. Si Gadis merasakan otot-otot tubuhnya melemas, merasakan beban yang menindih dadanya saat kepala si Pria menempel di permukaan kulit payudaranya.
Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 04.15 pagi
"Sssshhh.. hhh...." Ray mengepulkan asap rokok dari tepi bibirnya. Mitha memandangi langit yang mulai berwarna kebiruan, pertanda matahari akan segera muncul. Beberapa pecari kayu bakar terpaksa meminggirkan sepeda mereka saat mobil yang dikendarai kedua anak manusia itu melaju melintas dengan kecepatan yang cukup untuk menekan udara menggoyangkan sepeda mereka. "Ray, benarkah banyak terdapat cowok oportunis di dunia ini?" Mitha membuyaran kesunyian di antara mereka. Suatu pertanyaan yang merepotkan, pikir Ray saat itu, "Seandainya saja kebanyakan pria tidak tercipta dengan pemikiran yang lebih kuat dari perasaannya, dan dengan tanpa libido yang luar biasa, mungkin jawabannya adalah tidak."
Mitha menghela nafasnya dalam-dalam, matanya masih memndangi pepohonan dari balik jendela di samping tubuhnya. "Namun," Ray meneruskan, "sekarang semuanya kita kembalikan saja kepada yang dinamakan nafsu. Nafsu mampu membuat segala cahaya menjadi kegelapan, sebaik apapun manusia, apabila nafsu menguasainya...."
"Aku tahu itu," Mitha memotong perkataan Ray.
Bandung, pertengahan Mei
Mitha merasakan kepiluan hatinya saat menyaksikan Gara yang menutupi hidung dan mulutnya dengan kedua telapak tangannya. "Maafkan aku," bahkan Mitha tidak menjadi geli merasakan anekdot ini, selintas ingatannya betapa iapun berusaha menghapalkan perkataan ini sepanjang malam untuk melatih keberaniannya, persis seperti Gara beberapa tahun lalu.
Mitha berusaha mengeraskan hatinya untuk tidak mengakui kebohongannya, berusaha mengalihkan pandangan matanya ke ujung-ujung jemari kakinya.
"Bunuhlah aku, Gara," Mitha terisak, "karena kelemahanku, apapun asalkan kau merasa puas." Mitha mencoba membangkitkan kebencian Gara kepadanya, karena ketidak mampuannya menahan godaan di saat-saat kesepiannya. Gara menurunkan tangannya, menatap Mitha dengan mata berair, merasakan saraf-sarafnya terbakar di sisi keningnya, menggeram lirih, "Alangkah ringannya kematian atas luka yang kautorehkan di jangka kepercayaanku."
Gara bangkit berdiri, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya.
Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 04.35 pagi
"Mungkin kamu akan menyetujui pendapat bahwa cinta yang bergelimang nafsu akan selalu menuntut kesetimpalan perbuatan apapun yang mengkhianatinya. Bukankah begitu, Ray?" Mitha memandang Ray yang mencoba memecah konsentrasinya.

www.pohonpoker.com"Kamu membuatku semakin terbawa oleh ceritamu," Ray tertawa dan membuang rokok di jepitan jemarinya keluar jendela.
Bandung, pertengahan Mei
"Gara!" jeritan lirih itu tak dihiraukannya. Gara memegang tangan Mitha dengan kasar dan menarik gadis itu berdiri, Mitha melihat pandangan mata Gara dibayangi kebencian bercampur dengan air mata, bulu-bulu roma gadis itu berdiri dan adrenalin di sekujur tubuhnya engalir semakin cepat. Gara menempelkan tubuhnya di tubuh Mitha, menjambak rambut gadis itu dan menarik kepalanya ke belakang, mendesis, "Terlalu ringan...."
Mitha dapat merasakan hawa kebencian itu menghembus wajahnya. Gara membalikkan tubuh Mitha, tetap menjambak rambut gadis itu, menekan punggungnya sampai setengah tertelungkup di atas sofa.
"Gara....." Mitha mulai merasakan kengerian itu memaksa air matanya mengalir lebih deras, sejenak keraguan akan rencananya menyeruak di benaknya, namun akankah sesorang mampu membagi alternatif lain dari kekerdilan pemikirannya saat itu?
Gara menyelipkan tangannya ke balik pakaian Mitha, meremas kasar payudara si gadis, menggeram, "AKU sekarang..." Mitha mengerang kesakitan saat kuku-kuku Gara menancap di kulitnya. Setelah merasa puas meremas, Gara mengeluarkan tangannya dan mengangkat rok Mitha melewati pinggulnya, menarik celana dalam si gadis dengan paksa, membuka kaki Mitha dengan dengkulnya. Mitha merasakan kepiluan dalam dirinya, kenyataan ini adalah yang kemudian disadarinya sebagai konsekuensi yang harus diterimanya dari pengorbanannya sebagai seorang kekasih, membuatnya membatalkan setiap keinginannya untuk meronta dan melepaskan diri. Gara menyusupkan jemarinya ke selangkangan Mitha, meremas dan menggesek dengan kasar kemaluan si gadis, membuat Mitha meringis menahan rasa sakitnya. Gara menggeram dan menggigit pinggul si gadis dalam-dalam. meninggalkan jejak kemerahan di kulit Mitha yang putih, dan menusukkan telunjuknya ke lubang vagina gadis di bawahnya. Mitha menjerit kesakitan, merasakan setiap kengerian itu menusuk dan mengoyak kemaluannya, namun jeritannya berubah menjadi isak tertahan saat Mitha mengeraskan hatinya kembali dengan menggigit bibirnya dalam-dalam. "Kamu menyukainya, KAN?" Gara menggeram, merasa puas akan kepasrahan Mitha. Gara mengeluarkan jarinya dan membuka celananya, mengeluarkan penisnya yang menegang sejak tadi karena rangsangan dari ilusinya atas persetubuhan Mitha dengan si pria itu.
Gara menahan tubuh Mitha dengan sikut kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam batang penisnya, memainkannya seakan ragu akan tindakannya sendiri. Namun hawa kebencian dan imajinasi yang menyakitkan hatinya membuatnya seakan gila. Gara memegang pantat Mitha, membukanya dan menghujamkan penisnya sekuat tenaga ke liang vagina si gadis. Mitha membenamkan mulutnya ke sofa, mengerutkan keningnya dan menjerit sejadi-jadinya, perutnya seakan ditusuk oleh pisau tajam yang mengoyak dan mengguncang otot-otot selangkangannya.
Gara mengerang merasakan kesempitan liang vagina gadis di bawahnya, dan mendesis saat menggerakkan pinggulnya dengan kasar. Mitha merasakan kenyerian yang amat sangat, air matanya membanjiri kain penutup sofa, gadis itu menggigit kain itu sekuat tenaganya, berusaha menyalurkan semua rasa sakit di selangkangannya, tangannya menggapai-gapai dan mencengkeram pergelangan tangan Gara yang menjambak dan menekan kepalanya. Gara menggerakkan pinggulnya semakin cepat, hanyut dalam kenikmatan kebenciannya, "MAMPUS!" Gara mengerang dan menekan penisnya dalam-dalam. Mitha menjerit tertahan dari mulutnya yang terkatup, merasakan cairan sperma itu menyembur membasahi saraf-saraf di dinding liang vaginanya. Gara menekan-nekan beberapa saat, menarik keluar batang penisnya yang basah dan berwarna kemerahan, merasa puas membayangkan betapa tindakannya telah menorehkan luka di kemaluan Mitha.
Mitha terisak dalam kenyerian dan kepedihan yang dirasakannya.
Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 05.05 pagi
Ray menyalakan lagi sebatang marlboro yang sudah terselip di ujung bibirnya.
"Impulsif dan emosionil," Ray mendesis, mengepulkan asap rokok keluar jendela, berusaha untuk menahan emosinya sendiri yang sedikit terhanyut. Rumah-rumah mulai banyak terlihat di pinggir jalan, pertanda bahwa mereka sudah mulai memasuki kota. "Tapi tepat seperti apa yang kuharapkan darinya."
"Ah?"
Epilog :
Pasca kejadian
Semenjak kejadian hari itu, Gara tak pernah lagi menghubungi Mitha. Mitha sendiri tidak pernah mencoba untuk mengganggu Gara, bahkan saat Gara diwisuda, Mitha hanya mendengar kabarnya dari salah seorang temannya, dan hanya bisa berdoa bersyukur karena akhirnya cita-cita Gara dan keluarganya tercapai, tanpa gangguan apapun darinya.
Kepuasan Mitha digapainya dengan keberhasilan setiap rencana pengorbanannya untuk keberhasilan Gara, kepuasan menyaksikan kebencian Gara yang mampu membuat lelaki itu melupakannya, kepuasan melihat Gara dan keluarganya berbaikan kembali setelah sekian lama berkutat atas hubungan mereka, kepuasan atas keberhasilan Gara memenuhi tuntutan orang tuanya, dan terutama, kepuasan karena akhirnya ia berhasil menyerahkan keperawanannya kepada satu-satunya orang yang ia kasihi, Gara, walaupun semuanya terasa begitu menyakitkan, dan lebih menyakitkan ketika sudut-sudut matanya menyaksikan linangan air mata di pipi dukun bayi itu saat mengangkat bakal janin dari rahimnya Agen Poker yang kini invalid.
Mitha merasakan hidupnya selesai, hasratnya akan keindahan dan kemolekan keduniawian yang semu di masa depannya lenyap sudah. Namun kematian ini dianggapnya sebagai sebuah kebangkitan hidup baru berwujud penyerahan seluruh jiwa dan raganya ke tangan Penciptanya dalam pelayanannya di sepanjang sisa hidup baru itu. Kenangan akan cintanya yang hanya sekali selamanya merupakan pemicu kedekatannya pada Tuhannya, dan dalam tangis pertobatannya setiap malam, nama Gara adalah satu yang takkan pernah terlewatkan.
Kota X, lebaran kedua
Ray menghentikan mobilnya, memandang matahari yang mulai melewati atap-atap rumah, "Ahh, tak terasa hari mulai pagi." Mitha tersenyum, memutar tubuhnya menghadap Ray, sahabat bermainnya sejak kecil, satu sosok yang diletakkannya di urutan kedua setelah Gara. "Ray..." Ray membalas pelukan Mitha, merasakan tanggul di kantung matanya hancur, membasahi pundak Mitha dengan air matanya, "Cengeng ah, aku tidak apa-apa kok." Ray membenamkan kepalanya, merasa bingung, karena apapun yang akan dilakukannya tidak akan mengubah apapun yang telah terjadi. Mitha menepuk punggung Ray, merasakan air matanya sendiri mengalir membasahi baju sahabatnya. "Jangan lupa kunjungi aku di sana, Ray." "Aku takkan melewatkan kesempatan itu, untuk melihat kerudung menghiasi keanggunanmu." bisik Ray di telinga Mitha. Mitha tertawa kecil di sela isaknya, "Perayu bodoh." "Tetaplah berdoa untukku," Mitha mengecup kening Ray,"terima kasih karena telah mengingatkanku bahwa kasih dan pengorbanan adalah lebih utama daripada cinta." Mitha menghapus air mata yang mengalir di pipi sahabatnya dengan ibu jarinya, merasakan kasih sayang seperti seorang ibu kepada anaknya, seperti seorang kakak kepada adik kesayangannya. "Selalu." Ray menjawab lirih, enggan melepas kepergian Mitha dan kehangatan kenangan persahabatan mereka yang sebulan berikutnya tidak akan dapat terulang seperti dulu lagi.
Ray mengamati Mitha yang keluar dari mobilnya, melangkah membuka pagar rumahnya, dan melambaikan tangan mengiringi tekanan kakinya pada pedal gas di bawahnya.
Ray menghentikan mobilnya beberapa meter kemudian, melompat turun, menghapus air mata yang mengalir kembali di pipinya, melambaikan tanganya dan berteriak,"Selamat Natal, Mitha!!" Mitha berlari kecil keluar pagar, meletakkan telapak tangannya di sisi pipinya.
"Selamat Lebaran, Ray!!"
Persahabatan dan kasih, adalah harta yang tak ternilai harganya.
THE END


www.pohonpoker.com

Mungkinkah kejadian di atas terjadi? Ah, siapapun takkan menyangkal apabila nafsu yang berwujud emosi akan berubah menjadi tangan-tangan setan yang menghalalkan segala tindakan untuk pemuasannya. Dan hal ini dirasakan dan telah diperhitungkan secara matang oleh sahabatku, Mitha. Aku kagum dengan pola pikirnya dan perencanaannya yang brilian, dan aku terharu akan kasihnya yang begitu dalam kepada Gara. Rasa malu sangat kurasakan ketika aku berkotbah tentang pengorbanan kasih kepada Mitha, sementara pada BandarQ kenyataannya, ia lebih mengerti daripada aku yang hanya berteori. Pengalaman ini ingin kubagi bersama para pembaca, karena mungkin pembaca dapat memetik beberapa point yang dianggap paling berkesan dari pengakuan ini.
Aku? Aku sudah melakukannya....
Tobat? Entahlah....


www.pohonpoker.com
Cerita Sex 2016


Minggu sore hampir pukul empat. Setelah menonton CD porno sejak pagi penisku tak mau diajak kompromi. Si adik kecil ini kepingin segera disarungkan ke vagina. Masalahnya, rumah sedang kosong melompong. Istriku pulang kampung sejak kemarin sampai dua hari mendatang, karena ada kerabat punya hajat menikahkan anaknya. Anak tunggalku ikut ibunya. Aku mencoba menenangkan diri dengan mandi, lalu berbaring di ranjang. Tetapi penisku tetap tak berkurang ereksinya. Malah sekarang terasa berdenyut-denyut bagian pucuknya. "Wah gawat gawat nih. Nggak ada sasaran lagi. Salahku sendiri nonton CD porno seharian", gumamku.
Aku bangkit dari tiduran menuju ruang tengah. Mengambil segelas air es lalu menghidupkan tape deck. Lumayan, tegangan agak mereda. Tetapi ketika ada video klip musik barat agak seronok, penisku kembali berdenyut-denyut. Nah, belingsatan sendiri jadinya. Sempat terpikir untuk jajan saja. Tapi cepat kuurungkan. Takut kena penyakit kelamin. Salah-salah bisa ketularan HIV yang belum ada obatnya sampai sekarang. Kuingat-ingat kapan terakhir kali barangku terpakai untuk menyetubuhi istriku. Ya, tiga hari lalu. Pantas kini adik kecilku uring-uringan tak karuan. Soalnya dua hari sekali harus nancap. "Sekarang minta jatah..". Sambil terus berusaha menenangkan diri, aku duduk-duduk di teras depan membaca surat kabar pagi yang belum tersentuh.
Tiba-tiba pintu pagar berbunyi dibuka orang. Refleks aku mengalihkan pandangan ke arah suara. Renny anak tetangga mendekat. "Selamat sore Om. Tante ada?"

"Sore.. Ooo Tantemu pulang kampung sampai lusa. Ada apa?"
"Wah gimana ya.."
"Silakan duduk dulu. Baru ngomong ada keperluan apa", kataku ramah.
ABG berusia sekitar lima belas tahun itu menurut. Dia duduk di kursi kosong sebelahku. "Nah, ada perlu apa dengan Tantemu? Mungkin Om bisa bantu", tuturku sambil menelusuri badan gadis yang mulai mekar itu.
"Anu Om, Tante janji mau minjemi majalah terbaru.."
"Majalah apa sich?", tanyaku. Mataku tak lepas dari dadanya yang tampak mulai menonjol. Wah, sudah sebesar bola tenis nih.
"Apa saja. Pokoknya yang terbaru".
"Oke silakan masuk dan pilih sendiri".
Kuletakkan surat kabar dan masuk ruang dalam. Dia agak ragu-ragu mengikuti. Di ruang tengah aku berhenti. "Cari sendiri di rak bawah televisi itu", kataku, kemudian membanting pantat di sofa.
Renny segera jongkok di depan televisi membongkar-bongkar tumpukan majalah di situ. Pikiranku mulai usil. Kulihati dengan leluasa tubuhnya dari belakang. Bentuknya sangat bagus untuk ABG seusianya. Pinggulnya padat berisi. Bra-nya membayang di baju kaosnya. Kulitnya putih bersih. Ah betapa asyiknya kalau saja bisa menikmati tubuh yang mulai berkembang itu..

"Nggak ada Om. Ini lama semua", katanya menyentak lamunan nakalku.
"Ngg.. mungkin ada di kamar Tantemu. Cari saja di sana" Selama ini aku tak begitu memperhatikan anak itu meski sering main ke rumahku. Tetapi sekarang, ketika penisku uring-uringan tiba-tiba baru kusadari anak tetanggaku itu ibarat buah mangga telah mulai mengkal. Mataku mengikuti Renny yang tanpa sungkan-sungkan masuk ke kamar tidurku. Setan berbisik di telingaku, "inilah kesempatan bagi penismu agar berhenti berdenyut-denyut. Tapi dia masih kecil dan anak tetanggaku sendiri? Persetan dengan itu semua, yang penting birahimu terlampiaskan".
Akhirnya aku bangkit menyusul Renny. Di dalam kamar kulihat anak itu berjongkok membongkar majalah di sudut. Pintu kututup dan kukunci pelan-pelan.
"Sudah ketemu Ren?" tanyaku.
"Belum Om", jawabnya tanpa menoleh.
"Mau lihat CD bagus nggak?"
"CD apa Om?"
"Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini."
Gadis itu tanpa curiga segera berdiri dan duduk pinggir ranjang. Aku memasukkan CD ke VCD dan menghidupkan televisi kamar.
"Film apa sih Om?"
"Lihat saja. Pokoknya bagus", kataku sambil duduk di sampingnya. Dia tetap tenang-tenang tak menaruh curiga.
"Ihh..", jeritnya begitu melihat intro berisi potongan-potongan adegan orang bersetubuh.
"Bagus kan?"
"Ini kan film porno Om?!"
"Iya. Kamu suka kan?"
Dia terus ber-ih.. ih ketika adegan syur berlangsung, tetapi tak berusaha memalingkan pandangannya.
Memasuki adegan kedua aku tak tahan lagi. Aku memeluk gadis itu dari belakang.
"Kamu ingin begituan nggak?", bisikku di telinganya.
"Jangan Om", katanya tapi tak berusaha mengurai tanganku yang melingkari lehernya.
Kucium sekilas tengkuknya. Dia menggelinjang.
"Mau nggak gituan sama Om? Kamu belum pernah kan? Enak lo.."
"Tapi.. tapi.. ah jangan Om." Dia menggeliat berusaha lepas dari belitanku. Namun aku tak peduli. Tanganku segera meremas dadanya. Dia melenguh dan hendak memberontak.
"Tenang.. tenang.. Nggak sakit kok. Om sudah pengalaman.."
Tangan kananku menyibak roknya dan menelusupi pangkal pahanya. Saat jari-jariku mulai bermain di sekitar vaginanya, dia mengerang. Tampak birahinya sudah terangsang. Pelan-pelan badannya kurebahkan di ranjang tetapi kakinya tetap menjuntai. Mulutku tak sabar lagi segera mencercah pangkal pahanya yang masih dibalut celana warna hitam.
"Ohh.. ahh.. jangan Om", erangnya sambil berusaha merapatkan kedua kakinya. Tetapi aku tak peduli. Malah celana dalamnya kemudian kupelorotkan dan kulepas. Aku terpana melihat pemandangan itu. Pangkal kenikmatan itu begitu mungil, berwarna merah di tengah, dan dihiasi bulu-bulu lembut di atasnya. Klitorisnya juga mungil. Tak menunggu lebih lama lagi, bibirku segera menyerbu vaginanya. Kuhisap-hisap dan lidahku mengaduk-aduk liangnya yang sempit. Wah masih perawan dia. Renny terus menggelinjang sambil melenguh dan mengerang keenakan. Bahkan kemudian kakinya menjepit kepalaku, seolah-olah meminta dikerjai lebih dalam dan lebih keras lagi.
Oke Non. Maka lidahku pun makin dalam menggerayangi dinding vaginanya yang mulai basah. Lima menit lebih barang kenikmatan milik ABG itu kuhajar dengan mulutku. Kuhitung paling tidak dia dua kali orgasme. Lalu aku merangkak naik. Kaosnya kulepas pelan-pelan. Menyusul kemudian BH hitamnya berukuran 32. Setelah kuremas-remas buah dadanya yang masih keras itu beberapa saat, ganti mulutku bekerja. Menjilat, memilin, dan mencium putingnya yang kecil.
"Ahh.." keluh gadis itu. Tangannya meremas-remas rambutku menahan kenikmatan tiada tara yang mungkin baru sekarang dia rasakan.
"Enak kan beginian?" tanyaku sambil menatap wajahnya.
"Iii.. iya Om. Tapi.."
"Kamu pengin lebih enak lagi?"
Tanpa menunggu jawabannya aku segera mengatur posisi badannya. Kedua kakinya kuangkat ke ranjang. Kini dia tampak telentang pasrah. Penisku pun sudah tak sabar lagi mendarat di sasaran. Namun aku harus hati-hati. Dia masih perawan sehingga harus sabar agar tidak kesakitan. Mulutku kembali bermain-main di vaginanya. Setelah kebasahannya kuanggap cukup, penisku yang telah tegak kutempelkan ke bibir vaginanya. Beberapa saat kugesek-gesekkan sampai Renny makin terangsang. Kemudian kucoba masuk perlahan-lahan ke celah yang masih sempit itu. Sedikit demi sedikit kumaju-mundurkan sehingga makin melesak ke dalam. Butuh waktu lima menit lebih agar kepala penisku masuk seluruhnya. Nah istirahat sebentar karena dia tampak menahan nyeri.
"Kalau sakit bilang ya", kataku sambil mencium bibirnya sekilas. Dia mengerang. Kurang sedikit lagi aku akan menjebol perawannya. Genjotan kutingkatkan meski tetap kuusahakan pelan dan lembut. Nah ada kemajuan. Leher penisku mulai masuk. "Auw.. sakit Om.." Renny menjerit tertahan. Aku berhenti sejenak menunggu liang vaginanya terbiasa menerima penisku yang berukuran sedang. Satu menit kemudian aku maju lagi. Begitu seterusnya. Selangkah demi selangkah aku maju. Sampai akhirnya.. "Ouu..", dia menjerit lagi. Aku merasa penisku menembus sesuatu. Wah aku telah memerawani dia. Kulihat ada sepercik darah membasahi sprei.

Aku meremas-remas payudaranya dan menciumi bibirnya untuk menenangkan. Setelah agak tenang aku mulai menggenjot anak itu. "Ahh.. ohh.. asshh..", dia mengerang dan melenguh ketika aku mulai turun naik di atas tubuhnya. Genjotan kutingkatkan dan erangannya pun makin keras. Mendengar itu aku makin bernafsu menyetubuhi gadis itu. Berkali-kali dia orgasme. Tandanya adalah ketika kakinya dijepitkan ke pinggangku dan mulutnya menggigit lengan atau pundakku.
"Nggak sakit lagi kan? Sekarang terasa enak kan?"
"Ouu enak sekali Om.." Sebenarnya aku ingin mempraktekkan berbagai posisi senggama. Tapi kupikir untuk kali pertama tak perlu macam-macam dulu. Terpenting dia mulai bisa menikmati. Lain kali kan itu masih bisa dilakukan.BandarQ
Sekitar satu jam aku menggoyang tubuhnya habis-habisan sebelum spermaku muncrat membasahi perut dan payudaranya. Betapa nikmatnya menyetubuhi perawan. Sungguh-sungguh beruntung aku ini.
"Gimana? Betul enak seperti kata Om kan?" tanyaku sambil memeluk tubuhnya yang lunglai setelah sama-sama mencapai klimaks.
"Tapi takut Om.."
"Nggak usah takut. Takut apa sih?"
"Hamil"
Aku ketawa. "Kan sperma Om nyemprot di luar vaginamu. Nggak mungkin hamil dong" Kuelus-elus rambutnya dan kuciumi wajahnya. Aku tersenyum puas bisa meredakan adik kecilku.
"Kalau pengin enak lagi bilang Om ya? Nanti kita belajar berbagai gaya lewat CD".
"Kalau ketahuan Tante gimana?"
"Ya jangan sampai ketahuan dong" Beberapa saat kemudian birahiku bangkit lagi. Kali ini Renny kugenjot dalam posisi menungging. Dia sudah tak menjerit kesakitan lagi. Penisku leluasa keluar masuk diiringi erangan, lenguhan, dan jeritannya. Betapa nikmatnya memerawani ABG tetangga.

www.pohonpoker.com



Lega rasanya aku melihat pagar rumah kosku setelah terjebak dalam kemacetan jalan dari kampusku. Kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 21.05 yang berarti aku telah menghabiskan waktu satu jam terjebak dalam arus lalu-lintas Jakarta yang begitu mengerikan.


Setelah memarkir mobilku, bergegas aku menuju ke kamarku dan kemudian langsung menghempaskan tubuh penatku ke ranjang tanpa sempat lagi menutup pintu kamar. Baru saja mataku tertutup, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh ketukan pada pintu kamarku yang disertai dengan teriakan nyaring dari suara yang sudah sangat aku kenal.

"Ko, loe baru pulang yah?" gelegar suara Voni memaksa mataku untuk menatap asal suara itu.
"iya, memangnya ada apa sih teriak-teriak?" jawabku sewot sambil mengucek mataku.

"Ini gue mau kenalin sepupu gue yang baru tiba dari Bandung" jawabnya sambil tangan kirinya menarik tangan seorang cewek masuk ke kamarku.

Kuperhatikan cewek yang disebut Voni sebagai sepupunya itu, sambil tersenyum aku menyodorkan tangan kananku kearahnya "Hai, namaku Riko"

"Lydia" jawabnya singkat sambil tersenyum kepadaku.

Sambil membalas senyumannya yang manis itu, mataku mendapati sesosok tubuh setinggi kira-kira 165 cm, walaupun dengan perawakan sedikit montok namun kulitnya yang putih bersih seakan menutupi bagian tersebut.

"Riko ini teman baik gue yang sering gue ceritain ke kamu" celetuk Voni kepada Lydia.

"Oh.."

"Nah, sekarang kan loe berdua udah tau nama masing-masing, lain kali kalo ketemu kan bisa saling memanggil, gue mau mandi dulu yah, daag.." kata Voni sambil berjalan keluar dari kamarku.

Aku menanggapi perkataan Voni barusan dengan kembali tersenyum ke Lydia.

"Cantik juga sepupu Voni ini" pikirku dalam hati.

"Lydia ke Jakarta buat liburan yah?" tanyaku kepadanya.

"Iya, soalnya bosen di Bandung melulu" jawabnya.

"Loh, memangnya kamu nggak kuliah?"

"Nggak, sehabis SMA aku cuma bantu-bantu Papa aja, males sih kuliah."

"Rencananya berapa lama di Jakarta?"

"Yah.. sekitar 2 minggu deh"

"Riko aku ke kamar Voni dulu yah, mau mandi juga "

"Oke deh"

Sambil tersenyum lagi dia berjalan keluar dari kamarku. Aku memandang punggung Lydia yang berjalan pelan ke arah kamar Voni. Kutatap BH hitamnya yang terlihat jelas dari balik kaos putih ketat yang membaluti tubuhnya yang agak bongsor itu sambil membayangkan dadanya yang juga montok itu. Setelah menutup pintu kamarku, kembali kurebahkan tubuhku ke ranjang dan hanya dalam sekejab saja aku sudah terlelap.

"Ko, bangun dong"

Aku membuka kembali mataku dan mendapatkan Voni yang sedang duduk di tepi ranjangku sambil menggoyangkan lututku.

"Ada apa sih?" tanyaku dengan nada sewot setelah untuk kedua kalinya dibangunkan.

"Kok marah-marah sih, udah bagus gue bangunin. Liat udah jam berapa masih belom mandi!"

Aku menoleh ke arah jam dindingku sejenak.

"Jam 11, emang kenapa kalo gue belum mandi?"

"Kan loe janji mau ngetikin tugas gue kemaren"

"Aduh Voni.. kan bisa besok.."

"Nggak bisa, kan kumpulnya besok pagi-pagi"

Aku bergegas bangun dan mengambil peralatan mandiku tanpa menghiraukan ocehan yang terus keluar dari mulut Voni.

"Ya udah, gue mandi dulu, loe nyalain tuh komputer!"


*****

Tulisan di layar komputerku sepertinya mulai kabur di mataku.

"Gila, udah jam 1, tugas sialan ini belum selesai juga" gerutuku dalam hati.

"Tok.. Tok.. Tok.." bunyi pintu kamarku diketok dari luar.

"Masuk!" teriakku tanpa menoleh ke arah sumber suara.

Terdengar suara pintu yang dibuka dan kemudian ditutup lagi dengan keras sehingga membuatku akhirnya menoleh juga. Kaget juga waktu kudapati ternyata yang masuk adalah Lydia.

"Eh maaf, tutupnya terlalu keras" sambil tersenyum malu dia membuka percakapan.

"Loh, kok belum tidur?" dengan heran aku memandangnya lagi.

"Iya nih, nggak tau kenapa nggak bisa tidur"

"Voni mana?" tanyaku lagi.

"Dari tadi udah tidur kok"

"Gue dengar dari dia katanya elo lagi buatin tugasnya yah?"

"Iya nih, tapi belum selesai, sedikit lagi sih"

"Emang ngetikin apaan sih?" sambil bertanya dia mendekatiku dan berdiri tepat disamping kursiku.

Aku tak menjawabnya karena menyadari tubuhnya yang dekat sekali dengan mukaku dan posisiku yang duduk di kursi membuat kepalaku berada tepat di samping dadanya. Dengan menolehkan kepalaku sedikit ke kiri, aku dapat melihat lengannya yang mulus karena dia hanya memakai baju tidur model tanpa lengan. Sewaktu dia mengangkat tangannya untuk merapikan rambutnya, aku dapat melihat pula sedikit bagian dari BHnya yang sekarang berwarna krem muda.

"Busyet.. loe harum amat, pake parfum apa nih?"

"Bukan parfum, lotion gue kali"

"Lotion apaan, bikin terangsang nih" candaku.

"Body Shop White Musk, kok bikin terangsang sih?" tanyanya sambil tersenyum kecil.

"Iya nih beneran, terangsang gue nih jadinya"

"Masa sih? berarti sekarang udah terangsang dong"

Agak terkejut juga aku mendengar pertanyaan itu.

"Jangan-jangan dia lagi memancing gue nih.." pikirku dalam hati.

"Emangnya loe nggak takut kalo gue terangsang sama elo?" tanyaku iseng.

"Nggak, memangnya loe kalo terangsang sama gue juga berani ngapain?"

"Gue cium loe ntar" kataku memberanikan diri.

Tanpa kusangka dia melangkah dari sebelah kiri ke arah depanku sehingga berada di tengah-tengah kursi tempat aku duduk dengan meja komputerku.

"Beneran berani cium gue?" tanyanya dengan senyum nakal di bibirnya yang mungil.

"Wah kesempatan nih" pikirku lagi.

Aku bangkit berdiri dari dudukku sambil mendorong kursiku sedikit ke belakang sehingga kini aku berdiri persis di hadapannya.

Sambil mendekatkan mukaku ke wajahnya aku bertanya " Bener nih nggak marah kalo gue cium?"

Dia hanya tersenyum saja tanpa menjawab pertanyaanku.

Tanpa pikir panjang lagi aku segera mencium lembut bibirnya. Lydia memejamkan matanya ketika menerima ciumanku. Kumainkan ujung lidahku pelan kedalam mulutnya untuk mencari lidahnya yang segera bertaut dan saling memutar ketika bertemu. Sentuhan erotis yang kudapat membuat aku semakin bergairah dan langsung menghujani bibir lembut itu dengan lidahku.

Sambil terus menjajah bibirnya aku menuntun pelan Lydia ke ranjang. Dengan mata masih terpejam dia menurut ketika kubaringkan di ranjangku. Erangan halus yang didesahkan olehnya membuatku semakin bernafsu dan segera saja lidahku berpindah tempat ke bagian leher dan turun ke area dadanya.

Setelah menanggalkan bajunya, kedua tanganku yang kususupkan ke punggungnya sibuk mencari kaitan BH-nya dan segera saja kulepas begitu aku temukan. Dengan satu tarikan saja terlepaslah penutup dadanya dan dua bukit putih mulus dengan pentil pink yang kecil segera terpampang indah didepanku. Kuremas pelan dua susunya yang besar namun sayang tidak begitu kenyal sehingga terkesan sedikit lembek.

Puting susunya yang mungil tak luput dari serangan lidahku. Setiap aku jilati puting mungil tersebut, Lydia mendesah pelan dan itu membuatku semakin terangsang saja. Agen Poker Entah bagaimana kabar penisku yang sedari tadi telah tegak berdiri namun terjepit diantara celanaku dan selangkangannya.

Putingnya yang kecil memang sedikit menyusahkan buatku sewaktu menyedot bergantian dari toket kiri ke toket kanannya, namun desahan serta gerakan-gerakan tubuhnya yang menandakan dia juga terangsang membuatku tak tahan untuk segera bergerilya ke perutnya yang sedikit berlemak.

Namun ketika aku hendak melepas celananya, tiba-tiba saja dia menahan tanganku.

"Jangan Riko!"

"Kenapa?"

"Jangan terlalu jauh.."

"Wah, masa berhenti setengah-setengah, nanggung nih.."

"Pokoknya nggak boleh" setengah berteriak Lydia bangkit dan duduk di ranjang.

Kulihat dua susunya bergantung dengan anggunnya di hadapanku.

"Kasihan ama ini nih, udah berdiri dari tadi, masa disuruh bobo lagi?" tanyaku sambil menunjuk ke arah penisku yang membusung menonjol dari balik celana pendekku.

Tanpa kusangka lagi, tiba-tiba saja Lydia meloroti celanaku plus celana dalamku sekalian.

Aku hanya diam ketika dia melakukan hal itu, pikirku mungkin saja dia berubah pikiran.

Tetapi ternyata dia kemudian menggenggam penisku dan dengan pelan mengocok penisku naik turun dengan irama yang teratur.

Aku menyandarkan tubuhku pada dinding kamar dan masih dengan posisi jongkok dihadapanku Lydia tersenyum sambil terus mengocok batang penisku tetapi semakin lama semakin cepat.

Agen Domino Nafasku memburu kencang dan jantungku berdegub semakin tak beraturan dibuatnya, walaupun aku sangat sering masturbasi, tapi pengalaman dikocok oleh seorang cewek adalah yang pertama bagiku, apalagi ditambah pemandangan dua susu montok yang ikut bergoyang karena gerakan pemiliknya yang sedang menocok penisku bergantian dengan tangan kiri dan kanannya.

"Lyd.. mau keluar nih.." lirih kataku sambil memejamkan mata meresapi kenikmatan ini.

"Bentar, tahan dulu Ko.."jawabnya sambil melepaskan kocokannya.

"Loh kok dilepas?" tanyaku kaget.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Lydia mendekatkan dadanya ke arah penisku dan tanpa sempat aku menebak maksudnya, dia menjepit penisku dengan dua susunya yang besar itu. Sensasi luar biasa aku dapatkan dari penisku yang dijepit oleh dua gunung kembar itu membuatku terkesiap menahan napas. Sebelum aku sempat bertindak apa-apa, dia kembali mengocok penisku yang terjepit diantara dua susunya yang kini ditahan dengan menggunakan kedua tangannya.

Kali ini seluruh urat-urat dan sendi-sendi di sekujur tubuhku pun turut merasakan kenikmatan yang lebih besar daripada kocokan dengan tangannya tadi.

"Enak nggak Ko?" tanyanya lirih kepadaku sambil menatap mataku.

"Gila.. enak banget Sayang.. terus kocok yang kencang.."

Tanganku yang masih bebas kugerakkan kearah pahanya yang mulus. Sesekali memutar arah ke bagian belakang untuk merasakan pantatnya yang lembut.

"Ahh.. ohh.." desahnya pelan sambil kembali memejamkan matanya.

Kocokan serta jepitan susunya yang semakin keras semakin membuatku lupa daratan.

"Lyd.. aku keluar.."

Tanpa bisa kutahan lagi semprotan lahar panasku yang kental segera menyembur keluar dan membasahi lehernya dan sebagian area dadanya. Seluruh tubuhku lemas seketika dan hanya bisa bersandar di dinding kamar. Aku memandang nanar ke Lydia yang saat itu bangkit berdiri dan mencari tissue untuk membersihkan bekas spermaku. Ketika menemukan apa yang dicari, sambil tersenyum lagi dia bertanya

"Kamu seneng nggak"

Aku mengangguk sambil membalas senyumannya.

"Jangan bilang siapa-siapa yah, apalagi sama Voni" katanya memperingatkanku sambil memakai kembali BH dan bajunya yang tadi kulempar entah kemana.

"Iyalah.. masa gue bilang-bilang, nanti kamu nggak mau lagi ngocokin gue"

Lydia kembali hanya tersenyum padaku dan setelah menyisir rambut panjangnya dia pun beranjak menuju pintu.

"Gue bersih-bersih dulu yah, abis itu mau bobo" ujarnya sebelum membuka pintu.

"Thanks yah Lyd.. besok kesini lagi yah" balasku sambil menatap pintu yang kemudian ditutup kembali oleh Lydia.

Aku memejamkan mata sejenak untuk mengingat kejadian yang barusan berlalu, mimpi apa aku semalam bisa mendapat keberuntungan seperti ini. Tak sabar aku menunggu besok tiba, siapa tahu ternyata bisa mendapatkan lebih dari ini.

BandarQ Mungkin saja suatu saat aku bisa merasakan kenikmatan dari lubang surga Lydia, yang pasti aku harus ingat untuk menyediakan kondom di kamarku dulu
www.pohonpoker.com



Sudah browsing sana sini mencari website Poker terpercaya  saat ini di indonesia ??  Kini telah  hadir solusi nya di indonesia..!!  POHONPOKER.COM AGEN POKER, AGEN DOMINO DAN BANDARQ TERPERCAYA DI INDONESIA  yang bisa dimainkan dimana saja dan kapan saja..




Saat ini dunia internet bukan lagi dunia maya seperti beberapa tahun yang lalu. Dari kegiatan social hingga pekerjaan telah menggunakan internet secara keseluruhan. Khususnya dalam hal ini permainan online atau internet juga sudah sangat populer dan lebih praktis dalam segala hal. Anda bisa bermain dengan orang lain yang juga nyata di dunia online.





Salah satu game online yang populer saat ini adalah Poker. Dimana sebelumnya permainan ini hanya bisa dimainkan oleh kalangan berduit dan juga pada tempat tertentu. Namun sekarang telah banyak situs Game Poker Online dan mempermudah kita untuk  memilih situs yang dapat kita percaya. setiap situs penyedia jasa game poker online akan memberikan kita banyak keuntungan dan kenyamanan ketika kita bergabung di dalam situs tersebut, salah satu nya situs POHONPOKER.COM, situs terbaik dan terpercaya saat ini dan gampang diakses melalui banyak  platform seperti PC, Laptop, Android dan IOS. 



Lawan main anda adalah senyata anda juga karena pengguna game ini telah mencapai  ribuan yang online secara bersamaan dan 100% tanpa Robot. Pada saat pertama kali daftar anda akan diarahakan dengan CS yang baik dan ramah untuk memberikan kita tutorial dalam bermain game poker di situs ini..!  
klik gambar untuk daftar





Disinilah beberapa kelebihan pohonpoker.com dari situs poker online yang lain nya, dengan beberapa keunggulan yang diberikan oleh pihak pohonpoker.com.. beberapa bonus yang diberikan untuk member baru dan lama yang berggabung dengan pohonpoker.com, bonus tersebut adalah :


1. BONUS TURNOVER 0.3%

2. BONUS REFERRAL 15%
3. BONUS EXTRA REFERRAL 100%
4. BONUS WEEKEND 10.000.
selain memberikan bonus buat para member, situs ini juga membuat kita nyaman akan keamanan identitas kita saat bermain dan juga dilayani dengan Costumer Service yang sangat ramah, dengan semua kelebihan yang diberikan POHONPOKER.COm sudah tidak bisa kita sangsihkan lagi bahwa POHONPOKER.COM merupakan Agen Poker, Agen Domino, BandarQ terpercaya di Indonesia.
untuk informasi seputar POHONPOKER.COM, teman teman bisa  menghubungi kontak dibawah ini:
- BBM ( 2BDF76B1 )
- WECHAT ( pohonpoker )
- YM ( pohonpokercs@yahoo.com )
www.pohonpoker.com