UA-109841830-1

Aktivis Perempuan Ratna Sarumpaet menegaskan Presiden Jokowi bisa saja gagal dalam meraih simpati untuk pemilu 2019 karena melindungi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang terbelit banyak kasus, termasuk sengketa lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Maksud saya, dia (Jokowi) bisa gagal (himpun simpati pemilu 2019), dengan sikap dia melindungi (Ahok) kayak gini," ujar Ratna, saat ditemui di Gedung BPK, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Senin (20/6/2016).
Menurutnya, sebagai kepala negara, Jokowi pasti tahu kasus yang terindikasi korupsi tersebut akan menjadi masalah besar, jika hukum tidak ditegakkan.
"Dia (Presiden Jokowi) kan Kepala Negara, dia tahu ini ada kisruh, dan dia tahu ini bikin marah orang, dan ini masalah penegakan hukum dan korupsi, korupsi kan udah masalah besar kita," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan tanggapan pihak Istana Kepresidenan yang hingga kini masih tidak bersuara.
"Kalau kayak begini kan seharusnya seorang presiden dan para asistennya itu harus tahu bahwa ini krusial, tapi kok nggak ada suaranya dari Istana," tegasnya.
Ratna pun kembali menegaskan posisi Jokowi sebagai seorang kepala negara yang seharusnya menegakkan keadilan.
"Kejarlah dia (Presiden Jokowi) itu, kenapa dia diam saja, ngapain jadi Presiden," katanya.
Sebelumnya, sejumlah aktivis anti-korupsi mendatangi gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Senin (20/6/2016), untuk memberi dukungan pada Lembaga keuangan negara tersebut agar tegas dalam menyikapi pernyatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo beberapa waktu yang lalu.
Pernyataan tersebut terkait dengan perkembangan kasus Pembelian Lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) yang dinyatakan oleh KPK bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.
Namun, BPK menegaskan hal sebaliknya bahwa dari hasil audit investigasi BPK-RI menyatakan ada kerugian keuangan negara sebanyak Rp 173 Milyar.
Menurut BPK, terjadi penyimpangan yang begitu sempurna dalam proses pembelian RSSW. (*)
Nama Yusuf Mansur Mencuat dalam Survei Pilgub DKI

 Nama Ustadz Yusuf Mansur mencuat dalam survei bakal calon Gubernur DKI Jakarta yang dilakukan lembaga riset dan konsultasi Manilka. Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qur'an ini punya tingkat popularitas, kesukaan, dan elektabilitas yang bersaing ketat dengan nama bakal calon lainnya.

"Elektabilitas Yusuf Mansur cukup mengagetkan," kata Direktur Pelaksana Manilka, Herzaky Mahendra Putra, dalam jumpa pers hasil survei, Minggu, 19 Juni 2016, di Hotel Cemara, Menteng, Jakarta. Elektabilitas Yusuf Mansur mencapai 6,5 persen, mengalahkan elektabilitas Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan angka 6 persen.

Elektabilitas Yusuf Mansur bahkan mengalahkan elektabilitas Sandiaga Uno yang mendapat 2,5 persen, Adhyaksa Dault 0,8 persen, Djarot Hidayat 0,5 persen, dan Sjafrie Sjamsoeddin dengan elektabilitas 0,3 persen. Elektabilitas Yusuf mansur berada di posisi keempat di bawah elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama di posisi pertama yang mencapai 49,3 persen, Ridwam Kamil dengan tingkat elektabilitas 9,3 persen, dan elektabilitas Yusril Ihza Mahendra dengan 6,8 persen.

Dari tingkat popularitas, Yusuf Mansur juga berada di posisi keempat dengan angka 78,5 persen. Angka ini mengalahkan popularitas Ridwan Kamil dengan tingkat popularitas 77,5 persen, dan popularitas Tri Rismaharini dengan angka 71,8 persen, Sandiaga Uno dengan popularitas 37 persen, dan Sjafrie Sjamsoeddin dengan popularitas 28,8 persen. Sementara Basuki Tjahaja Purnama punya tingkat popularitas tertinggi mencapai 98,8 persen, disusul Yusril Ihza Mahendra 82,8 persen, dan Abraham Lunggana 82,3 persen.

Tingkat kesukaan responden terhadap Yusuf mansur juga lumayan dengan angka 60,3 persen. Posisinya mengalahkan Tri Rismaharini dengan tingkat kesukaan 58,5 persen, Yusril Ihza Mahendra dengan tingkat kesukaan 43,8 persen, Djarot Hidayat dengan tingkat kesukaan 24,8 persen, Sandiaga Uno dengan tingkat kesukaan 22,8 persen, dan Sjafrie Sjamsoeddin dengan tingkat kesukaan 15,5 persen. Tingkat kesukaan tertinggi didapat Ahok dengan 62,5 persen, disusul Ridwal Kamil dengan tingkat kesukaan 61,3 persen.

Herzaky mengatakan survei dilakukan dengan wawancara tatap muka terhadap 400 responden pada periode 2-7 Juni 2016. Responden dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error 4,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden adalah penduduk DKI Jakarta berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah. Proporsi gender responde laki-laki dan perempuan adalah berimbang 50:50.
Roy Suryo Diduga Bawa Aset Negara, dari Antena hingga Karpet  

 Kementerian Pemuda dan Olahraga menyurati mantan menteri Roy Suryo untuk memintanya mengembalikan barang-barang milik negara. Dalam surat bernomor 1711/MENPORA/INS.VI/2016 itu, Kementerian meminta Roy mengembalikan 1.438 jenis barang, dengan rincian 3.174 unit senilai Rp 8,5 miliar.

Kementerian Olahraga meminta Roy karena sedang menginventarisasi barang milik negara sebagai tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang mempersoalkan status BMN, seperti dalam surat BPK Nomor 100/2/XVI/05/2016. Dari surat setebal 20 halaman itu, dirincikan barang yang belum dapat diinventarisasi di rumah dinas menteri periode 2013-2014. 

Barang-barang itu antara lain peralatan antena SHF/parabola jenis Jack 7 200 seharga Rp 36.555 hingga lensa Accam Lens NKN afs 200-400 Rp 80,8 juta. Ada pula matras seharga Rp 4 juta, pompa air Rp 20 juta, karpet impor Turki Rp 69,4 juta, kamera digital Nikon D3X Rp 65,3 juta, hingga komponen alat pemancar senilai Rp 106,8 juta.

Saat dimintai konfirmasi, Roy mengatakan hingga saat ini belum menerima surat yang ditandatangani Menteri Imam Nahrawi terkait dengan permintaan pengembalian barang-barang tersebut. "Sampai saat ini belum ada surat yang saya terima," katanya saat dihubungi wartaman nusantaradalamberita, Jumat, 17 Juni 2016.

Roy mengaku permintaan itu janggal. Sebab, bila ingin meminta pengembalian barang, seharusnya dilakukan satu atau dua bulan setelah ia tidak lagi menjabat menteri. Roy mengklaim, selama kepemimpinannya, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP). "Kalau sudah WDP, menurut saya sudah clear, tidak ada apa-apa."



Lulung kecam aksi Ahok usir & marahi wartawan liputan di Balai Kota

Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana mengecam aksi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengusir dan melarang seorang wartawan media online melakukan peliputan di Balai Kota. Menurut Lulung, tindakan Ahok tersebut sangat tidak etis ditunjukkan sebagai pejabat publik.

"Ya seharusnya sikapnya enggak usah seperti itu media itu kan perlu informasi, perlu mengkonfirmasi apa yang terjadi dan diberitakan di luar," kata Lulung saat dihubungi, Kamis (16/6).

Menurut Haji Lulung sapaan akrabnya, Ahok bisa menghargai profesi wartawan karena memang tugasnya menggali informasi sebagai bahan berita. Sikap dan gaya Ahok yang meledak-ledak seharusnya bisa ditahan.

"Harusnya Ahok bisa lebih santun lah. Kalau Ahok justru marah-marah kalau ditanya berarti dia kelihatan begitu lagi banyak masalah. Kok pejabat publik enggak bisa menahan emosi," jelas Lulung.

Lulung juga menyebut wartawan adalah mitra pejabat. Sehingga tidak pantas diperlakukan demikian, apalagi sampai diusir. Justru, karena masalah ini, publik bisa menyimpulkan bahwa Ahok adalah pemimpin yang tidak pandai berkomunikasi.

"Wartawan itu teman kita, sahabat kita buat bertukar informasi. Ini kan sudah sering nih ye, bunuh karakter di depan orang banyak," tegas Lulung.

"Dari situ kelihatan orang ahok sosok seorang Gubernur yang tidak pandai berkomunikasi. Wartawan itu bagaimana pun juga kawan," tandasnya.

Kejadian ini berawal saat salah satu wartawan media online mengkonfirmasi ke Ahok soal informasi aliran dana dari pengembang reklamasi Teluk Jakarta ke rekening Teman Ahok. Dia bertanya 'Berarti tidak ada pejabat lain yang sehebat bapak?'.

Mendengar pertanyaan ini kemarahan Ahok pun memuncak. Bukan menjawab pertanyaan wartawan itu, dengan nada tinggi, Ahok malah menuding dia berniat mengadu domba. Bahkan, Ahok menilai pertanyaan wartawan tersebut menganggapnya pemimpin yang tidak jujur.

"Bukan begitu, banyak (pejabat hebat). Saya cuma katakan, maksud saya enggak usah ngadu domba, saya cuma minta bandingkan, untuk punya pikiran. Anda kan menuduh saya tidak jujur," kata Ahok di Balai kota, Jakarta, Kamis (16/6).

"Lalu saya tanya, kalau kamu tidak jujur, berani enggak nantang satu republik seperti ini. Itu yang saya bilang enggak usah dipelintir, di spin," sambung dia kesal.

Tak cukup sampai di situ, mantan Bupati Belitung Timur ini juga mempertanyakan dari media mana wartawan tersebut. Ahok menegaskan wartawan itu dilarang kembali ke kantornya dan melakukan kegiatan liputan.

"Anda dari koran apa? Makanya lain kali tidak usah masuk sini lagi, tidak jelas kalau gitu. Saya tegasin, kamu juga tidak usah nekan-nekan saya rekan media, saya tidak pernah takut," ujar Ahok.

"Sama kayak Tempo, mana dari Tempo? Mana! Mau nyinggung-nyinggung lagi ngirimin surat sama saya. Saya tidak pernah takut sama kalian jujur saja," sambung dia geram.

Puas 'menyemprot' wartawan itu, Ahok pun berlalu ke ruangannya, tapi tampaknya amarahnya belum reda. Dia pun kembali menghampiri wartawan itu. Sambil menunjuk dengan jari, Ahok mengusir dan melarang wartawan tersebut meliput dan mewawancarainya.

"Saya tidak ada kewajiban menjawab pertanyaan anda sebetulnya. Saya tegaskan itu, bolak balik adu domba. Pokoknya enggak boleh masuk sini lagi, enggak boleh wawancara," pungkasnya.

 Para petani tembakau meminta Presiden Joko Widodo tidak ikut meratifikasi konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Farmework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Jokowi diminta lebih memperhatikan nasib 6 juta warga yang menggantungkan hidupnya pada tembakau.
"Pak Jokowi jangan ikut-ikutan latah meratifikasi FCTC seperti 180 negara di dunia demi nasib 6 juta penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada tembakau," kata Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, di Surabaya, Kamis (16/6/2016).
Dia mengatakan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan pengendalian produk tembakau yang memadai, yakni PP No 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
"PP ini telah mengadopsi sebagian besar pasal-pasal dalam panduan FCTC," ujarnya.
Dia mengapresiasi keputusan Jokowi yang mengambil langkah mendahulukan kepentingan nasional dan mencari solusi yang seimbang, antara perlindungan kesehatan dan kelangsungan hidup tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau.
Keputusan itu disampaikan pada rapat terbatas Selasa kemarin.
Hingga saat ini sudah 180 negara yang meratifikasi FCTC. Tinggal 7 negara besar termasuk Indonesia yang belum meratifikasi FCTC.
FCTC diluncurkan pada tahun 2005 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai agenda global pengendalian produk tembakau. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan terkait batas usia minimum, iklan, kegiatan sponsor dan promosi, bahan kandungan, pembatasan merokok di tempat umum, serta peringatan kesehatan. 





Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, akhirnya akan mematuhi putusan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai reklamasiPulau G.
Pihaknya akan menangguhkan sambil menunggu inkrah atau keputusan tetap.
"Kita patuh saja sama putusan itu, kan dia bilang menangguhkan sambil menunggu inkrah," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2016).
Namun, ia juga menegaskan bahwa pihaknya tidak serta merta akan membatalkan reklamasi tersebut. Namun baru sebatas menunda.
"Dia bilang menunda bukan membatalkan. Kita lihat saja, kalau batalkan izin pekerjannya gimana? Perusahaan juga bisa gugat. Ini kan belum inkrah," jelasnya.
Karena itu, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu putusan tersebut. Agar nantinya bisa diputuskan untuk banding atau tidak.
"Makanya kita pelajari dulu, secara hukum, apa ini perlu banding atau nggak. Karena dia mengatakan kita tidak sesuai aturan, itu harus banding dong. Kalau secara keputusan pulau itu sih kita untung, emang kalau dibatalin kamu bisa bongkar?" katanya. (Mohamad Yusuf)

Imam Besar sekaligus Mantan Ketua Umum DPP FPI, Habib Rizieq Shihab usai memberikan ceramah pada acara Haul KH Thohir bin Abdul Lathif, di Buaran, Pekalongan


Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab menilai ada propaganda masif yang membuat masyarakat tak sadar akan kebangkitan komunisme di Indonesia.
"Kita di sini semua paranoid, maka di sini ingatkan mana ada Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah bubar," ucap Rizieq saat memberi sambutan di simposium tandingan di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016).
Dia mengatakan adanya kelompok yang bersikeras mengganti TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 merupakan bukti kebangkitan PKI.
"Kalau dicabut ini menguntungkan keluarga bekas PKI. Yang untung bukan negara, yang untung adalah kader-kader PKI," ujar Rizieq.

Indikasi berikutnya, menurut dia, adalah penghentian pemutaran film Pengkhianatan G30 S. Padahal, biasanya film itu setiap tahun diputar, tetapi setelah 1998 sudah mulai dihentikan.
"Ini siapa yang berani. Ini indikasi kebangkitan PKI yang tak terbantahkan. Kalau tidak merapatkan barisan PKI akan melibas kita semua," kata dia.
Dia pun menganggap simposium di Aryaduta hanya menguntungkan kelompok PKI.
Simposium "Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" yang merupakan reaksi dari Simposium Tragedi 1965 resmi dibuka di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016) pada pukul 08.30 WIB.

Acara tersebut dibuka oleh ketua panitia, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri.
Dalam sambutan pembukanya Kiki mengatakan simposium ini memiliki tujuan akhir berupa rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah untuk menyikapi polemik kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Kami akan berikan rekomendasi tersebut kepada pemerintah supaya mengambil langkah yang tepat dalam melindungi pancasila dari PKI," tutut Kiki kepada seluruh peserta simposium.
45 Tahun Usia Fadli Zon Dituangkan dalam Buku Berjudul 'Menyusuri Lorong Waktu'

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zonpada 1 Juni 2016 genap berusia 45 tahun. Di usianya yang ke-45, Fadli turut menerbitkan sebuah buku yang berisi perjalanan hidupnya sejak kecil hingga saat ini atau yang biasa disebut biografi.
Buku perjalanan hidup Fadli Zon diberi judul 'Menyusuri Lorong Waktu'‎ yang ditulis sendiri oleh Wakil Ketua Umum Gerindratersebut. Buku setebal lebih dari 500 halaman diluncurkan di Hotel Redtop, Pecenongan, Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Dalam buku tersebut bercerita berbagai prestasi Fadli mulai dari lahir hingga saat ini. Kisah sedih, senang, haru, bahagia diceritakan dalam buku yang diterbitkan oleh Fadli Zon Library tersebut.
Dimulai dari 45 tahun lalu 1 Juni 1971 dimana Fadli dilahirkan di RS Carolus, Jakarta. Pada tanggal dan tahun Fadli lahir kebetulan rumah sakit tempat lahirnya sedang merayakan hari jadinya dan kebetulan salah satu kegiatannya adalah memilih bayi paling besar.
Terpilihlah Fadli menjadi bayi paling besar dengan berat 5 kilogram. Itulah prestasi pertama Fadli saat lahir ke dunia ini.
‎Buku 'Menyusuri Lorong Waktu' juga mengisahkan kesedihan Fadli saat berusia 15 tahun harus kehilangan sang ayah. Pada saat itu, sang ayah meninggal karena kecelakaan motor bersamanya.
"Kepergian Papa mengubah hidup saya secara mendasar. Saya menangkap ada pesan besar dari sana," kata Fadli.
‎Dalam buku yang bersampul hitam itu juga menceritakan bagaimana kiprah Fadli saat berkuliah yang kerap mencari beasiswa. Pada saat menjadi mahasiswa, Fadli juga merupakan sosok yang kritis dimana membawanya dekat dengan berbagai tokoh di Indonesia hingga pada akhirnya kenal dengan Prabowo Subianto dan bersahabat hingga kini.
‎Fadli yang punya kebiasan membaca dan menulis sejak kecil, cinta seni dan budaya juga dituangkan dalam buku tersebut. Karena kecintaannya dengan membaca dan budaya akhirnya ‎ia mendirikan Fadli Zon Library, Rumah Kreatif, Rumah Budaya Fadli Zon dan Kampung Budaya Sunda.