Kisah
yang aku ceritakan ini adalah kisah nyata, pada awalnya aku takut
menceritakannya, namun karena aku tahu, di sini aku diperbolehkan
memakai nama samaran, maka akupun berani mencoba menceritakan segala
pengalamanku. Aku tahu, cerita pengakuanku ini akan melibatkan banyak
orang, terutama yang menjadi “korban” ku, apalagi jika mereka kebetulan
ada yang membaca cerita ini.Kisah ini aku alami 5 tahun yang lalu. Saat
itu aku masih seorang mahasiswa D3 di sebuah perguruan tinggi negri
terkemuka di kota Bandung. Aku saat itu, kurang memiliki banyak teman
wanita, karena memang aku tidak terlalu pede jika berada di dekat
wanita. Teman-temanku kebanyakan laki-laki, kami selalu melakukan semua
kegiatan bersama-sama. Dari belajar bersama sampai makan-makan.Lama
kelamaan akupun memiliki beberapa kenalan teman wanita yang juga teman
sekelasku. Diantaranya yang bernama Rinda. Rinda dan juga teman-teman
wanita ku sebagian besar memakai jilbab, dan mereka rata-rata anak
pengurus masjid kampus.
Awalnya, Rinda dan aku
tidak terlalu dekat, biasa saja. Justru aku lebih dekat dengan
teman-temannya. Hal ini dikarenakan, perawakan Rinda yang biasa-biasa
saja. Karena selalu memakai baju gamis jilbab, maka bentuk tubuhnya pun
tidak terlalu kelihatan. Namun semakin hari, aku semakin tahu bagaimana
karakter Rinda, mulailah kita berdua menjadi akrab, namun tetap, aku
tidak naksir dia.Sampai suatu hari aku main ke rumah kontrakannya, di
rumah itu Rinda hanya tinggal berdua dengan kakaknya, Fifi, Teh Fifi pun
memakai jilbab. Nampaknya keluarga Rinda sangat soleh sekali. Rinda,
walaupun memakai jilbab dan cenderung sering berbicara mengenai agama,
tidak terlalu fanatis, Ia masih suka mendengarkan musik2 pop yang lagi
tren saat itu. Itulah yang membuat aku bisa merasa nyaman dekat dia,
karena sebenarnya aku termasuk orang yang kurang dalam ilmu
agama.Semakin hari semakin sering menghabiskan waktu berdua, anehnya
yang muncul dibenakku bukanlah rasa cinta atau suka, seperti yang biasa
terjadi di cerita cinta- cerita cinta pada umumnya, namun rasa ingin
mencium bibirnya dan menghirup aroma pipinya yang aku lihat dari dekat,
jarang sekali Ia menggunakan make-up. Kulit wajahnya tidak terlalu
halus, kuning langsat dan sedikit berminyak. Namun aku sering mencium
sedikit aroma keringatnya saat ia mendekatkan wajahnya atau tubuhnya
atau saat melewatiku. Nampaknya Rinda tidak menyadari bahwa aku semakin
memiliki motif menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang tertutup dengan
jilbabnya.Setiap habis pulang dari rumahnya, aku selalu merenung di
kamar dan melamun bagaimana rasanya mencium bibirnya dan menghirup aroma
kulit pipinya. Bagaimana bentuk tubuhnya; Bagaimana rambutnya jika
jilbabnya dilepas. Semuanya itu menjadi angan-angan yang ujung-ujungnya
membuat aku berhasrat, sampai aku melakukan onani sendiri di kamar.
Kuambil minyak bayi yang ada di atas meja belajar, lalu aku membuka
celanaku, duduk dikursi sambil mengocok-ngocok penisku. Perlahan sambil
membayangkan Rinda ada diselangkanganku sambil mengulum penisku.
Tentunya aku dibantu oleh media, yaitu vcd porno. Terus terang, habis
aku ‘keluar’ karena membayangkan Rinda, ada rasa deg-degan merasa
berdosa, namun entah kenapa aku selalu terus lakukan. Aku sadar, kalo
aku tidak punya foto Rinda.Demi mendapat foto Rinda, aku teringat ada
foto kelas yang baru saja jadi, lalu aku sibuk mencari-cari di mana aku
letakkan foto itu. Ketemu! Ada rinda disitu, lalu aku pergi ke warnet
untuk men-scan foto tersebut. Setelah disimpan di disket (waktu itu
belum ada Flash disk), aku pulang dan kubuka di kamar. Dengan
menggunakan software Adobe Photoshop, aku rekayasa foto Rinda, yang
wajahnya aku taruh di foto telanjang perempuan asia lainnya. Jadilah
foto telanjang Rinda, dengan jilbab yg masih dikenakan di kepala, namun
dada ke bawah telanjang.Begitu melihat hasil foto tersebut sontak aku
jadi ingin onani lagi, kuambil minyak bayi-ku dan aku onani di kamar.
(bahkan saat aku menulis cerita inipun, penisku mulai berdeyut tegang).
Sejak saat itu, aku mulai ingin terus ketemu Rinda, dengan berbagai
cara. Bahkan saat aku main lagi ke rumahnya, aku diam-diam mencuri
kaosnya yg digantung di kamarnya, saat Rinda lagi cuci piring, ku
sembunyikan di tas, dan kujadikan media onani di kamar kosku. Aku
membayangkan meraba-raba tetek Rinda. “Akkhh.. ndaaa…” Setelah itu aku
cipratkan spermaku saat klimaks onani ke kaos Rinda tersebut. Hal itu
kuulangi sampai kaos Rinda menguning akibat spermaku yang
mengering.Suatu hari, saat aku main ke rumah Rinda, syukurlah hujan
lebat, saat itu aku pura-pura mau berteduh di rumah Rinda sampai hujan
berhenti. Saat itu di rumahnya hanya kami berdua, kakanya, Teh Fifi
sedang kuliah. Lalu aku pura-pura ngantuk dan ketiduran di karpet ruang
tamunya. Aku lakukan ini karena aku tahu tadinya Rinda mau mandi, karena
ia sudah mengalungi handuk (Rinda tetap mengenakan jilbab meskipun di
rumah). Benar, Rinda yang masih mengira aku tidur, masuk ke kamar mandi.
Pintu kamar mandi Rinda sebenarnya agak sulit untuk diintip, namun aku
mencoba mengintip dari lubang kuncinya (tipe kuncinya masih tipe lama),
aku geser besi kunci yang tergantung dari dalam dengan lidi, sedikit
saja, aku lalu bisa melihat ke dalam kamar mandi. Ya Tuhan, aku liat
puting susu Rinda, kulit tubuhnya lebih putih dari wajahnya, mungkin
karena selalu tertutup jilbab.Aku deg-degan sekali saat mengintipnya
mandi. Karena tidak tahan, aku segera pergi ke kamarnya, aku cari-cari
benda yang bisa aku ‘semprotkan’ spermaku yang hendak keluar dari
penisku ini. Lalu aku melihat mug/gelas milik Rinda, ku buka dalamnya
ternyata teh manis yang baru saja dibuat Rinda untuk Rinda minum. Lalu
aku onani dan menumpahkan spermaku ke dalam teh manis Rinda itu, entah
apa pikiranku saat itu, namun aku ingin sekali Rinda menelan spermaku.
“oooh…. Ndaaa”. Setelah masuk ke gelas, aku baru sadar, warna sperma dan
teh sangat berbeda, teh Rinda jadinya seperti berbusa sedikit, aku
aduk-aduk saja. Lalu aku tutup lagi mug/gelas itu dengan tutup gelas.
Deg-degan sekali aku jika Rinda sadar saat meminum teh manisnya.Aku
dengar Rinda selesai mandi, ia ternyata sudah berpakaian di dalam kamar
mandi (termasuk sudah memakai jilbabnya). “Hey, Ki, udah bangun… bentar
ya” Ia menyapaku dan masuk ke kamar. Hari itu, aku pulang sehabis hujan
reda. Aku deg-degan, duh bagaimana jika rinda sadar rasa teh-nya ada yg
aneh. Tapi bodo amatlah.Besok-besoknya ternyata Rinda bersikap seperti
biasa, nampaknya ia tidak menyadari. Apakah ia tidak meminum tehnya itu?
Atau jangan2 kakanya yang minum, toh siapapun yg minum, biar kakaknya
aku juga oke2 aja. Ini yg menjadi cikal bakal aku juga jadi punya niatan
untuk membayangkan kakaknya menjadi salah satu dari fantasi
onaniku.Sampai suatu hari aku dengar Rinda kecelakaan, Ia ditabrak motor
hingga pingsan, mendengar kabar ini, aku dan Saiful (temanku juga)
pergi ke rumah Rinda hari itu juga. Di rumah Rinda, Cuma ada Rina
(temanku sekaligus sahabat Rinda dr kecil) yang menjaga Rinda yang
terbaring pingsan di kamar. Pipinya lecet dan banyak obat mereh di
tangannya. Tubuhnya lemas, dan keringatan. Melihat ini, Ya Tuhan, aku
sama sekali tidak empati, justru melihat Rinda lemas dan keringatan, aku
jadi ingin mencium bau keringatnya dan menjilat wajahnya dan bibirnya.
Apalagi ia tetap dalam mengenakan jilbabnya. Ingin kuraba dadanya yg
basah oleh keringat, ah, penisku mengeras! Tiba-tiba, cobaan dari Tuhan
semakin menjadi kenyataan, Rina meminta tolong Saiful untuk pergi ke
wartel untuk memberitahukan ke orang tua Rinda di Bekasi soal ini
sekaligus pergi menebus resep dokter, aku pun dengan wajah munafik
berpura-pura menjaga Rinda selama pergi. Tampaknya Rina dan Saiful yakin
denganku, karena selama ini di mata mereka aku selalu menjadi teman
yang baik, dewasa dan terpercaya.Setelah kepergian Rina dan Saiful, aku
mulai mengunci pintu, dan mulai mendekati wajahku ke wajah Rinda,
uummmph ternyata bau keringatnya tidak begitu wangi, tapi bikin aku jadi
nafsu. Aku coba panggil-panggil nama Rinda,dan menggoyang sedikit
mencoba mengetes apakah Rinda benar-benar masih pingsan. Setelah aku
yakin, maka ku dekati bibirku ke wajah Rinda, lalu aku cium bibirnya,
aku buka sedikit bibirnya pakai jariku, untuk kumasukkan lidahku, aku
jilat-jilat seluruh wajah Rinda. Termasuk lubang telinga dan hidungnya.
Aku raba teteknya, ternyata tidak begitu besar, dan empuk sekali.
Penisku tegang sekali, sakit sekali rasanya dan mulai berminyak. Aku
deg-degan luar biasa, maka aku buka celanaku, aku ingin onani di wajah
Rinda, dan ingin menumpahkan spermaku di mulut Rinda. Namun ternya jadi
lebih jauh dari itu, aku menyingkap gamis Rinda yang seperti rok,
membuka celananya, aku liat celana dalamnya, vaginanya berbulu lebat
sekali, dan baunya,… umph… pengap sekali rasanya, namun aku tidak
perduli, celana dalamnya tidak aku buka, aku hanya menyingkap celana
dalam Rinda sedikit agar aku bisa melihat vaginanya yang sangat tertutup
dengan bulu kemaluan. Entah apa yang merasuki ku, aku dengan deg-degan
luarbiasa, memasukkan penis ke vagina Rinda, susah sekali ternyata.
“Eghhh.. ayo, nda” sambil aku bergumam. Aku ingin cepat-cepat selesai,
takut ketahuan Rina dan Syaiful soalnya.Akhirnya aku berhasil,
kukangkangkan kaki Rinda, aku masukkan penisku, “aduh..ssh” sempit
sekali yah ternyata, susah untuk di tarik ulur (keluar masukkan), walau
tidak banyak bergerak, tidak sampai 30 detik spermaku langsung keluar,
hangat dan banyak, aku banjiri vagina Rinda yang belum juga siuman
dengan sperma hangatku. Deg2an sekali hatiku, apalagi aku kaget
ternyata, penisku berdarah, namun setelah aku cermati, darah itu
mengalir dari vagina Rinda, aku langsung ambil lap basah di dapur (masih
dalam keadaan tidak bercelana) dan mengelap vagina Rinda dan
selangkangannya. Aku pakaikan lagi celana Rinda seperti semula. Jujur,
kakiku lemas sekali, hatiku deg-degan, dan nafasku tersengal-sengal.
Rasanya bercampur antara takut dan senang. Herannya, setelah aku
mengeluarkan spermaku di dalam vagina Rinda, Rinda jadi tidak menarik
lagi buatku. Aku jadi merasa Ia sangat tidak menarik, dan bau
keringatnya yang tadi sangat merangsangku, sekarang jadi sangat tidak
mengenakkan.Rina dan Saiful datang, mereka tidak curiga sama sekali. Dua
bulan kejadian itu berlalu, Rinda hamil, awalnya Ia menutupi, karena
aku tahu Ia bingung kenapa ia bisa hamil dan bahkan ia tidak percaya,
karena ia merasa tidak pernah berhubungan seks. Apalagi ia berjilbab.
Saat itupun tidak ada seorangpun yg curiga denganku, termasuk Rinda. Aku
hanya tinggal memasang wajah innocent. Rina temannyalah yang akhirnya
menceritakan hal tsb kepada teman-teman dekatku, semua teman-teman di
kampus kaget, Rinda tidak lagi masuk kampus sejak hari itu, Ia stress.
Saat ini aku tidak tahu lagi bagaimana nasib Rinda. Apakah Ia melahirkan
anak yang dikandungnya itu atau tidak. Ya, anak itu, anakku. Satu sisi
aku masih merasa bersalah sampai detik ini, namun disisi lain aku tidak
lagi memikirkannya. Rinda, seorang muslimah berjilbab yang layak untuk
digagahi.
0 komentar:
Posting Komentar