Para Fraksi pengusul
hak angket terkait pengangkatan kembali Basuki Tjahaja Purnama, alias
Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta resmi menyerahkan draf usulan kepada
pimpinan DPR. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menerima draf tersebut.
"Kami sampaikan draf usulan pengajuan hak angket terkait pengembalian
kembali Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta," kata
anggota Fraksi Partai Demokrat, Fandi Utomo, di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Senin 13 Februari 2017.
Draf usulan hak angket baru bisa diajukan, jika telah mendapat
persetujuan 25 anggota DPR dan dua Fraksi. Namun, draf yang diserahkan
tadi telah ditandatangani oleh 22 anggota Fraksi Gerindra, 42 anggota
Fraksi Demokrat, 10 anggota Fraksi PAN, dan enam anggota Fraksi PKS.
"Usulan hak angket ini sudah melampui syarat pengajuan hak angket.
Minimal terkumpul 25 tanda tangan anggota DPR dan lebih dari dua
Fraksi," ujar Fadli.
Sebelum dibawa ke Sidang Paripurna, pimpinan DPR akan memproses
usulan melalui Rapat Pimpinan (Rapim) DPR. Setelah itu, usulan ini
kemudian dirapatkan di Badan Musyawarah (Bamus).
"Tentu akan dibawa ke Paripurna," kata Fadli, yang juga ikut menandatangani usulan ini.
Sebelumnya, para inisiator hak angket menilai ada pelanggaran
terhadap terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3. Mereka ingin menguji sebuah
pelanggaran yang dilakukan pemerintah yang tidak memberhentikan Basuki
Tjahaja Purnama sebagai gubernur.
Sebelumnya, sebanyak empat Fraksi menyatakan setuju dengan usulan hak
angket tersebut. Mereka yakni Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai
Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.
Usulan hak angket digulirkan, karena dinilai ada pelanggaran terhadap
Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83
ayat 1, ayat 2 dan ayat 3. Berikut ini bunyi Pasal tersebut:
1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara
tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak
pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan
register perkara di pengadilan.
3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden
untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati
dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok dengan Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang penistaan
atau penodaan agama. Dakwaan tersebut merupakan dakwaan alternatif
ditandai dengan kata 'atau'.
Alternatif pertama yaitu Pasal 156A KUHP dengan kualifikasi penodaan
agama saat terdakwa kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Sedangkan,
alternatif kedua Pasal 156 KUHP.
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan
atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan
maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 156
Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian
atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam
pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat
Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena
ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau
kedudukan menurut hukum tata negara. (asp)
0 komentar:
Posting Komentar